LIBRA dari Tiga Buku Favorit

#MembacaMenenangkan #MembacaMenyenangkan

  1. Membaca  buku-buku Agatha Christie selalu mengasyikkan.  Buku berjudul Sepuluh Anak Negro adalah edisi bahasa Indonesia dari buku And There Were None yang terjual sebanyak 100 juta eksemplar. Judul buku mengambil tema utama lagu anak-anak  yang menceritakan 10 anak negro yang hilang satu persatu serta proses menghilangnya anak-anak tersebut. Lagu anak-anak merupakan ciri khas Agatha Christie. Tertarik membacanya?  Ini cover bukunya ya

and_then_there_were_none-pb-c

2. Entah sudah berapa kali saya membaca buku ini. Bahkan menonton filmnya pun tak pernah bosan. The Da Vinci Code adalah sebuah novel karangan Dan Brown yang diterbitkan pada 2003. Teori konspirasi yang berjalin kelindan dengan detektif serta thriller yang cukup menegangkan, membuat saya mengenal legenda Piala Suci (Holy Grail) dan peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen. Buku ini ternyata bagian kedua dari trilogi yang dimulai Dan Brown dengan novel Malaikat dan Iblis (Angels and Demons) pada tahun 2000, namun saya justrui mengenal karakter Robert Langdon mulai dari buku ini. Mau cari inspirasi dari buku ini? Silakan lihat covernya ya.

416866-dan-brown-vandt-plagiat-sag-

3. Novel fiksi karya Poulo Coelho berjudul The Alchemist memang top. Alur ceritanya mendorong kita untuk mengejar mimpi seperti kisah perjalanan gembala yang mencari harta karun yang muncul dari mimpinya. Hal ini mengingatkan saya akan obrolan dengan sputri sulung kami yang gemar membaca, ia begitu yakin selalu bisa menggali inspirasi dari mimpi. Sementara itu, saya selalu terkagum-kagum dengan  mimpi-mimpi yang sudah dituliskan dan tumbuh bersama  keluarga-keluarga peduli pendidikan, anak kandung yang membawa kami terus bermimpi. Apalagi yang kalian tunggu? Ayo kita cari lagi bukunya…Ini covernya yathe-alchemist-1

Catatan Dina: YESSI di SLB G Baleendah Bersama GSB Bersinar SMPN 11, KerLiP, dan SeKAM

Pagi ini menjadi pagi yang sibuk di grup line SeKAM, ya sibuk. Sibuk ngebangunin personil SeKAM yang lain. Meski cara ini gak ampuh 100% tapi 3 dari 8 anggota SeKAM merespon alarm yang dibuat oleh Ksatria ketua SeKAM. Semalam kami berdiskusi akan berangkat bersama dari kampus jam 6.30 pagi karena harus berada di SLB jam 8 pagi. Tetapi, ekspektasi tidak selamanya sesuai dengan realita yang ada. Karena mimpi kami semalam terlalu indah, kami berangkat jam 7.30 pagi. Anggota SeKAM yang hadir ada 5 orang termasuk Ksatria

Jam 8.30 kami tiba di SLB, ini kali kedua saya dan Dita datang ke SLB-G YGMU Baleendah.  Saat kami tiba di Aula ternyata sudah siap anak-anak SLB-G YGMU Baleendah, 29 duta anak dari SMPN 11 Bandung, Teh Fitry, Bu Nia dan Ami. Saat kami membaur kami mencoba berkomunikasi dengan anak-anak dari SLB-G, bisa sih tapi agak sedikit bingung karena saya sendiri ada d itengah anak-anak tuna (aduh, maaf masih nyebut tuna di undang-undang masih tuna -_-) grahita plus rungu. Mereka berkomunikasi dengan melihat gerakan tubuh dan gerak bibir, dalam memberi respon pun saya harus melihat dulu gerak bibir mereka.

Kegiatan hari ini adalah menentukan jalur evakuasi, dari mulai keluar aula lalu menuruni tangga, menyusuri lorong hingga berkumpul ke lapangan. Sebelumnya Fina dkk mengenalkan lagu ‘kalau ada gempa’ dan menjelaskan rambu jalur evakuasi kalau jalur evakuasi berwarna merah itu berarti kita harus hati-hati, kalau yang berwarna hijau itu aman, dan terakhir rambu titik kumpul. Saya menerangkan kembali kepada anak-anak tuna rungu:

hati-hati dengan tangan disilangkan,

aman menunjukan jempol ‘oke’,

titik kumpul tangan membentuk lingkaran menunjukkan lapangan.

Penentuan titik pun dimulai dengan Firdi dan Farhan (tuna grahita) yang mengkoordinir teman-temannya. Pertama, mereka berbaris sambil menyanyikan lagu ‘kalau ada gempa’, lalu mereka berbaris rapi ke luar aula sambil melindungi kepala.  Mereka pun menempelkan rambu jalur evakuasi berwarna merah karena jalur tersebut menuju ke arah tangga. Selanjutnya mereka jalan menyusuri lorong dan menempelkan rambu jalur evakuasi berwarna hijau yang menandakan jalur tersebut aman untuk dilalui dan terakhir mereka berkumpul ke lapangan dan menempelkan rambu titik kumpul disana.

Setelah selesai menentukan jalur anak-anak kembali ke aula, SeKAM, anak-anak SLB-G dan SMP 11 melepaskan rasa narsis kami, yap selfie di aula. Anak-anak SLB-G ternyata sangat senang difoto. Saat kami sedang asyik-asyiknya mengobrol tiba-tiba. “Tringgg… Tringgg…..Gempa….Gempa….” anak-anak berbaris sambil melindungi kepala dan berjalan keluar aula karena jalur yang dilalui tidak terlalu besar mereka pun harus antri yang mandiri berada di depan dan yang memerlukan bantuan bersama duta anak dan SeKAM di belakang. Sampai akhirnya kita di lapangan dan melakukan simulasi jika tidak ada lapangan dengan bersembunyi di bawah meja, tetapi meja disana tidak seperti meja di kebanyakan sekolah kolongnya lebih kecil. Saat simulasi karena seringnya naik turun tangga, Noval dkk yang memiliki hambatan di bagian kaki mereka cepat lelah dan sesekali mereka beristirahat mereka berjalan dengan memegang benda di sekitar karena kekuatan kaki yang tidak seperti orang kebanyakan.

Simulasi selesai waktu sudah menunjukan pukul 11 siang, dilanjutkan dengan testimoni dari Farhan, Raisa, Lala, Alfi, Noval,Cepi (SLB-G YGMU Baleendah) lalu ada 2 orang duta anak SMP 11. Mereka semua senang dalam berkegiatan hari ini mendapat teman baru yang seru, harus melindungi kepala saat gempa, anak-anak dari SLB-G juga menceritakan bencana banjir yang sering terjadi di wilayah mereka. Selesai testimoni anak dan selesailah pula kegiatan pada hari ini.

Eiitt, belum beres. SeKAM, duta anak SMPN 11, teh Fitri, Bu Nia dan Ami melanjutkan sesi selanjutnya yaitu evaluasi dimulai dari kesan pesan dan aksi apa yang ingin diberikan kepada kegiatan selanjutnya dari 29 duta anak salah satunya dari Syahlan “saya merasa senang, beryukur bisa ada disini, disini saya mendapatkan inspirasi mereka (red: anak SLB) bisa semangat dalam keterbatasan sedangkan kita yang lengkap malah bermalas-malasan” dan mereka semua menginginkan kegiatan ini bisa dilakukan di seluruh SLB di Kota Bandung. Setelah mendengar cerita dari 29 duta anak lanjut kepada perkenalan dari 5 anggota SeKAM dan ada saran dari Yurika “kalau bisa sebelum kegiatan diadakan briefing agar satu persepsi saat ditanya oleh anak-anak SLB-G, dan jangan dulu main handphone saat kegiatan”. Lalu Ami yang meminta kegiatan seperti ini  harus terus dijalankan. Semoga, keinginan kami dari anak-anak ini dapat terwujud, amiin….

BU NIA KURNIATI: MEMBERI DUKUNGAN 101 PERSEN

Kembali berinteraksi di luar kelas bersama dengan anak-anak adalah hal yang sangat membahagiakan saya. Seperti menemukan kembali bagian yang pernah hilang di 3 tahun lalu. Terasa sekali energi saya menjadi sangat berlipat-lipat, padahal hari itu, Senin 12 Oktober 2015 kondisi saya sedang flu berat dan kehilangan suara. Saya baru menyadari, ternyata kebahagiaan saya adalah saat mendampingi mereka menemukan moment “aha”nya yang selalu terlihat unik.

Sebelum saya melakukan pendampingan, saya harus mengingat kembali strategi apa yang harus saya ambil, membayangkan dan memprediksi hambatan yang kemungkinan akan muncul serta menyiapkan beberapa rancangan sebagai solusinya. Saya memutuskan akan menggunakan strategi dukungan 101%. Inspirasinya didapatkan dari fakta sederhana berikut:

“Air mendidih pada suhu 100oC, tapi pada suhu 990C air tersebut hanya disebut air panas. Penambahan suhu 1oC saja mampu membedakan antara panci berisi cairan lemah dengan ketel mendidih bermuatan energi. 10C saja dapat mengubah air menjadi tenaga uap, cukup untuk menggerakkan kereta dengan muatan berton-ton. 10C itu bisa menjadi momentum”.

Saya berusaha menemukan momentum itu pada pengurus OSIS, karena momentum dapat merupakan agen perubahan terbaik, sehingga dapat dijadikan satu-satunya pembeda antara iklim pertumbuhan positif menuju keberhasilan, dan iklim pertumbuhan negatif menuju kegagalan. Bagaimana caranya? Memulainya dengan membangun komitmen bersama serta senantiasa memelihara sumber daya yang ada yang akan melahirkan konsistensi. Untuk itu, kemudian saya menghubungi pembina OSIS untuk meminta ijin melakukan pendampingan pada para pengurus OSIS. Sebenarnya Jika saya mau, bisa saja saya menentukan dengan mudah anak-anak mana saja yang akan didampingi. Tetapi saya teringat Diandra, GSB MSA angkatan ke-1 SMPN.11 Bandung yang sekaligus ketua OSIS kala itu. Salah satu mimpinya adalah menjadikan kegiatan “Gerakan Siswa Bersatu” ini menjadi gerakan OSIS-satu-satunya organisasi resmi yang ada di sekolah. Kemudian disepakati lah, kami akan bertemu pada jam 13.30 di Rumos, istilah yang mereka gunakan untuk ruang OSIS.

Saat kegiatan berlangsung, hal pertama kali yang saya lakukan adalah membuat kesepakatan waktu sebagai bentuk komitmen awal. Kapan dimulai, berapa lama kegiatan tersebut akan dilakukan, hal-hal apa saja yang harus didapatkan, serta kapan kegiatan tersebut akan berakhir. Setelah itu, saya pun meminta kesepakatan siapa yang akan memimpin diskusinya. Saya menegaskan, akan mengambil peran sebagai fasilitator. Dan disepakatilah Kamil dari kelas 9.2 yang kemudian menjadi pemimpin diskusi.

kamil 4

Selama jalannya diskusi, saya menemukan dinamika kelompok yang menarik (hmm…mungkin ini hanya menurut pendapat saya pribadi saja). Ternyata Kamil telah menggunakan stategi tutor sebaya. Sesuai dengan kesepakatan mereka, ada 4 tim yang akan melakukan observasi kondisi sekolah, maka Kamil langsung menawarkan kepada teman-temannya, “siapa yang bersedia menjadi ketua tim?” demikian tawarannya. Dan yang mengagumkan adalah teman-temannya langsung merespon cepat dengan mengacungkan tangan serta langsung berdiri. Keempat ketua tim tersebut adalah :
1. Ketua Tim 1 : Naufal, 9.7
2. Ketua Tim 2 : Zahra, 9.11
3. Ketua Tim 3 : Rabia, 9.10
4. Ketua Tim 4 : Fina, 8.1

Saya kemudian berandai-andai….jika guru di kelas dapat mendorong setiap anak untuk bersikap seperti itu, maka ibu/bapak guru akan dimudahkan dalam menjalankan proses pembelajarannya. Mungkin hal ini bisa menjadi bahan pemikiran KerLiP dalam menyelenggarakan kegiatan pendampingan untuk guru.

kamil 2kamil 3

Kemudian Kamil melanjutnya tawarannya, “bagi teman-teman yang lain, silahkan langsung bergabung dengan ketua tim pilihannya”.
Sambil menunggu mereka berkelompok, Kamil bertanya pada saya, “Bu, tahap berikutnya apa lagi? maaf bu, saya tanyakan karena saya belum paham seperti apa kegiatan ini akan dilakukan”. Bagi saya yang sedang berkonsentrasi pada proses pembelajaran berbasis pemenuhan Hak anak, pertanyaan tersebut adalah hal yang luar biasa dan menandakan salahsatu cirri kemunculan CACT…Cara Asyik Cari Tahu. Saya merasakan, Kamil-sang wakil ketua OSIS itu- menunjukkan karakter jujur, santun, dan rendah hati. Kemudian saya menjelaskan padanya bahwa dari 4 tim itu akan melakukan observasi di sekolah. Ada yang membuat peta sekolah dan peta zona aman, hati-hati, dan tidak aman di lantai atas. Ada juga yang membuat hal yang sama untuk lantai bawah. Selain itu juga diputuskan titik kumpul evakuasi akan di wilayah mana, pemilihan warna yang digunakan dalam rambu-rambu evakuasi, serta kesepakatan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya.

Selama kegiatan CACT berlangsung, Kamil memastikan tiap kelompok dapat saling belajar. Diapun berperan sebagai time kipper, sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai dengan harapan dan kesepakatan awal. Kamil memastikan observasi lapangan dapat dilakukan dalam waktu 15 menit, sehingga semua tim mampu menyelesaikannya dalam waktu 1 jam. Setiap tim menghasilkan denah sekolah yang dibuat sederhana, termasuk penentuan zona-zona yang digunakan dalam rambu-rambu evakuasi serta foto-foto kegiatan tiap tim saat melakukan observasi sekolah. Wah…pencapainya yang luar biasa hebat… semuanya dilakukan oleh anak-anak sementara saya hanya mengamati bagaimana proses pembelajarannya. Setelah 1 jam, saya menyempatkan diri meminta mereka membuat testimoni tentang apa yang mereka rasakan saat belajar melakukan observasi sekolah selama 1 jam. Ternyata hasilnya sangat baik, hampir semua anak merasakan manfaat dari kegiatan dengan mendapat ilmu baru yang sangat penting dan menyenangkan tentu saja.

Karena saya sedang membelajarkan mematuhi komitmen bersama, maka kegiatan saya akhiri pada jam 15.00. Tapi saya juga sampaikan kepada mereka, bahwa tahap mendengarkan dan didengarkan belum dilakukan. lalu kami membuat kesepakatan, akan dilakukan pada hari Selasa setelah pulang sekolah.

Sampai bertemu di CACT tahap dua…..

(12 Oktober 2015)