Penumbuhan Budi Pekerti dengan Membaca Nyaring Sastra Indonesia

Gerakan Keluarga Peduli Pendidikan Bersinar menjadi tema Workshop Sekolah Ramah Anak yang dilaksanakan di aula RSUD Deli Serdang pada Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2016. Untaian pantun nan indah dari pembawa acara memberikan penanda baru dalam upaya penumbuhan budi pekerti melalui Sekolah Ramah Anak yang dilaksanakan oleh Komnas PA Deli Serdang pimpinan Junaidi bersama KerLiP. Alhamdulillah usulan pembacaan sastra dengan nyaring kepada Junaidi disambut antusias. Heri dan 2 kawannya membaca puisi antikekerasan dengan suara lantang diiringi petikan gitar sebelum Kepala Badan KB PP, ibu Rabiah Adawiyah membuka Workshop mewakili Bupati Deli Serdang. Suara emas perwakilan komunitas muda Cendana binaan PKBM Cendana menyanyikan lagu “Ini Tubuhku” karya Rumah Cita Kita melengkapi penampilan komunitas yang dipimpin perempuan hebat, Patimah, dalam dampingan sang suami, Junaidi. Suara anak pun diperdengarkan dalam penampilan yang memikat.

image

Kegiatan 15 menit membaca adalah bagian pembuka dari Penumbuhan Budi Pekerti yang diatur dalam Permendikbud No 23 tahun 2015. Seperti kata Chozin, staf khusus Mendikbud dalam pertemuan kami dengan Deputi Tumbuh Kembang Anak Kempppa, upaya ini untuk memanfaatkan waktu luang di sekolah dengan kegiatan-kegiatan yang memperkuat Gerakan Literasi Sekolah dan menumbuhkan karakter kebangsaan dengan membiasakan menyanyikan lagi-lagu kebangsaan sebelum memulai kegiatan belajar.

image

Kabar yang saya peroleh bahwa Staf Ahli Regulasi Kemendikbud bersikeras menyatakan upaya pencegahan dan penanganam kekerasan terhadap anak di sekolah yang diatur dalam Permendikbud 82 tahun 2015 terpisah dari upaya untuk Mewujudkan Sekolah Ramah Anak masih menyisakan pertanyaan besar. Menurut saya pernyataan ini jauh dari visi Kemendikbud untuk menciptakan ekosistem dan insan pendidikan berdasarkan gotong royong. Sudah tidak pada tempatnya ego sektoral menghalangi upaya harmonisasi dalam kebijakan yang bermuara pada kepentingan terbaik anak.

image

Membaca Sastra Memperhalus Jiwa

Semua negara mewajibkan siswanya untuk membaca sejumlah buku karya sastra, KECUALI INDONESIA. Siswa SMA Indonesia TIDAK WAJIB MEMBACA BUKU SASTRA SAMA SEKALI (atau nol buku) sehingga dianggap sebagai siswa yang BERSEKOLAH TANPA KEWAJIBAN MEMBACA..

Kalimat di atas saya kutip dari Pak Satria Dharma penggiat Gerakan Literasi Sekolah. Membaca karya sastra negeri sendiri berarti membaca lintasan sejarah berbangsa dan bernegara melalui jalinan kata-kata nan indah dari penulisnya. Tim penulis Binar menghadirkan sejarah kebangkitan bangsa dalam bentuk narasi 100 kata dilengkapi fakta minor dalam Ensiklopedia Lintas Sejarah Indonesia dalam Literasi Visual. Kata pengantar dari Mendikbud mengukuhkan upaya ini dengan jalinan kata-katanya yang selalu memukau.

image

Karya-karya sastra sarat akan nilai kehidupan. Membaca sastra berarti membaca kehidupan. Mengakrabi sastra sebuah keniscayaan dalam penumbuhan budi pekerti. Hal ini sejalan dengan salah satu filsuf, Horace, sastra berfungsi mentransformasikan nilai-nilai moral dengan menyenangkan dan bermanfaat (dulce et utille). Jiwa yang terasah dengan kehalusan budi akan jauh dari kekerasan namun tetap tangguh dan tegas terhadap segala penyimpangan perilaku.

Mari singkirkan ego diri dan ego sektoral dengan melakukan harmonisasi kebijakan yang mendukung upaya pencegahan terhadap kekerasan melalui penghayatan terhadap karya-karya sastra negeri sendiri dalam upaya penumbuhan budii pekerti anak-anak bangsa.

Belajar dari Guru Profesional yang Ramah Anak

Untuk kesekian kalinya aku kagum dengan cara Tety mengelola kelas. Ia sangat piawai berbicara di depan kolega sesama guru. “Jawaban fasilitator sangat cerdas, Teh. Banyak yang perlu di highlight, caranya memfasilitasi sangat cerdas, “kata Mas Nanang di sebelahku mengomentari Tety, guru profesional yang ramah anak. Kesaksian guru yang juga pengurus PGRI itu sempat mengusik kegelisahanku. Hampir saja aku tak dapat menguasai diri. Mas Nanang, sahabat lama pegiat perlindungan anak yang juga Tim Penilai KLA menahanku untuk merespon. “Kita biarkan dinamika kelompoknya bekerja saling mengisi, “ujarnya perlahan.

image

“Disiplin bagi anak sangat perlu, tapi tak perlu main fisik seperti militer, “kata Bapak berpakaian hitam yang mewakili orangtua/wali. Ia berkali-kali menyampaikan teori Freud tentang tumbuh kembang anak dan pentingnya menerapkan SRA sesuai usia anak. Tety, guru SMAN 24 Jakarta yang kini menjabat Bendahara DPP FGII menunjukkan kepiawaiannya mengelola kelas. Ia makin apresiatif merespon kesaksian koleganya dari PGRI. “Idealisme guru yang menggebu di waktu muda dan terus melembut seiring dengan bertambahnya usia, benarkah Bapak/Ibu? Tak perlu menyangkal, saya juga mengalaminya. Organisasi profesi seperti FGII dan PGRI harus segera mengambil peran untuk menjadi tempat bertanya bagi anggotanya. FGII sudah memulai Klinik Guru di Way Kanan Lampung. Jangan-jangan yang perlu diterapi kita sendiri ya, “ujarnya sambil berjalan ke bagian belakang.

DPD FGII Jatim Keren

Pelatihan SRA bagi Guru dan Pendidik Jawa Timur ini terselenggara berkat kolaborasi yang dilakukan DPP FGII, Pak Bambang dengan Bu Bekti dari SD KITA yang bergegas menerima peluang yang kami giatkan bersama sahabat-sahabat KerLiP, GENTaskin, dan Gerakan Indonesia Pintar. Kemitraan KerLiP dengan Asdep Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan Kreativitas dan Budaya Deputi Tumbuh Kembang Anak Kempppa dan DPP FGII sangat kondusif untuk menjangkau guru, kepala sekolah, dan para pendidik.

image

Pak Bambang, guru SMKN di Sampang yang juga DPP FGII memperkuat DPD FGII Jatim menjelamg kongres FGII pertengahan Mei nanti. “Ada tiga guru di sekolah kami yang bergabung dengan DPD FGII Jatim, Bu, “ujar salah seorang peserta. Peserta lainnya menyampaikan gagasannya untuk menindaklanjuti pelatihan ini dengan Forum Guru Ramah Anak Jatim. Alhamdulillah, keputusan yang sangat tepat mengajak Tety hadir sebagai Narasumber pelatihan SRA di Edotel SMKN Buduran Sidoarjo. Pelatihan ini diikuti 40 guru, pendidik, orang tua/wali dari Kabupaten Malang, Bojonegoro, Sidoarjo, dan Surabaya. Seluruh pendanaan disediakan oleh Kempppa melalui Bu Elvi, Asdep yang merakyat dan baik hati.

Generasi Pemberantas Kemiskinan

Pertemuan para perintis Generasi Pemberantas Kemiskinan (GENTaskin) malam itu terasa istimewa dengan kehadiran bendahara FGII, Tety Sulastri. Beberapa pertanyaan produktif terkait Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang diajukan Sukma, dijawab Tety dengan lugas.

image

Ada 2 hal yang kami siapkan untuk mengaktifkan GENTaskin mulai 2016:
1. Perluasan SM3T menjadi Bela Negara untuk Indonesia Sejahtera

image

2. Penelitian terkait KKS

[08/03 11:04] Sukma 88 Relawan: tujuan penelitian :
1.melakukan evaluasi atas basis data (termasuk mekanisme veri vali) kpd calon penerima kip anak yg berada diluar sekolah, anak panti dan anak yg berkebutuhan khusus
2. Mengidentifikasi ketepatan sasaran program kip u kelompok2 tersebut
3. memberikan rekomendasi untuk perbaikan ke depan

[08/03 11:06] Sukma 88 Relawan: Metode : kuantitatif dan kualitatif

Sampel : penerima kip dibedakan berdasarkan kelompok, masing2 100 orang (?) atau cukup informan saja, yg mewakili seluruh stakeholder
[08/03 11:07] Sukma 88 Relawan: Lokasi :  di perkotaan dan perdesaan, jawa – luar jawa
[08/03 11:07] Sukma 88 Relawan: Waktu : minimal 4 bulan

image

Bansos untuk Guru Honorer

Pertemuan semalam menjadi bahan diskusi saat makan siang bersama Komisi VIII dan Dirjen Penanganan Fakir Miskin. Kami sepakat untuk memasukkan guru honorer dalam sasaran PBI terutama yang berpenghasilan di bawah 300 ribu rupiah/bulan. Honorarium 10 ribu/jam tatap muka yang diperoleh guru honorer yang bekerja di sekolah yang diselenggarakan masyarakat peduli pendidikan menjadi alasan utama.

Informasi ini disampaikan Pak Samsuniang dari Komisi VIII kepada ibu Tety. DPP FGII langsung menyebarluaskan kabar gembira ini. Tety didukung Cak Bambang, Wakil Sekjen DPP FGII untuk membuka posko bantuan sosial untuk guru honorer. Kehormatan bagi saya mendukung upaya advokasi ini sebagai bagian dari pemberantasan kemiskinan. Wa grup baru pun dibuka untuk menampung aspirasi secepatnya agar terkumpul data 1 juta guru honorer yang berpenghasilan di bawah 300 ribu rupiah sebelum tanggal 20 Maret 2016.