[23/03 00:20] Dan Satriana: Sebenarnya ideologi dan prespektif pendidikan s23endiri bisa ditelusuri jelas meski memang rumit dan panjang. Tetapi ketika pendidikan dicampuri kepentingan politik dan ekonomi jadi kelihatan seperti benang kusut. Kenapa? Karena yang membuat kusut adalah kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi yang menutupi warna indah pendidikan sebenarnya.
[23/03 00:27] yanti kerlip: Politik-ekonomi-pendidikan sudah lama menikah Kang Dan. Sulit menceraikannya. Kita perlu cari solusi agar jadi “keluarga” harmonis
[23/03 00:34] Dan Satriana: Betul ibu @yanti. Saya sih optimis karena banyak sekolah yang berhasil menikah dengan lebih sehat. Di salatiga, di Blitar, di Bandung sudah cukup. Jika kita belum siap merubah persepsi kita, cukup negara memberi ruang bagi eksperimen seperti itu tanpa tuntutan kesergaman. Bukankah Pa Anies punya jargon mencari Champion, mengoleksi best practise….ini….di sini
[23/03 00:38] yanti kerlip: Kita dorong buat semacam festivalnya yuk…mulai dari pelatihan menulis praktik2 baik. Dulu kayaknya pernah dilakukan untuk wapik.
http://jendela.data.kemdikbud.go.id/jendela/ ini dibuat anak2 muda Paska yg bisa dimanfaatkan disdik kota Bandung untuk exposure best practices ya
[23/03 04:15] Taufan fgii: Kang Ben, siswa sekolah favorit baik Swasta pun negeri mulai sd – sma, yg saya tahu umum nya mrk ikut bimbel, OK jgan dilihat sekolah negeri, kita lihat sekolah Swasta yg umumnya Gurunya msh muda enerjik, kreatifitas, selalu dlm pantauan yayasan, jika cara mengajar Dan kinerja buruk ada sangsi yg merugikan dirinya, Dan akhirnya terkondisi bagus pelayanannya, namun tetap saja anak2 didik nya bimbel
[23/03 04:19] Taufan fgii: Bener Kang Dan, di sekolah ada proses yg menyenangkan ada nilai silaturahmi siswanya ktk praktik apapun di sekolah lebih menyenangkan, apalagi berdasarkan kurikulum nasional, penilaian siswa lebih kpd prosesnya bukan hasilnya, guru harus melihat kesungguhan siswa ktk mengerjakan tugas atau lembar kerja bukan pd hasil
Mas eko, seandainya kembali spt orang tua kita dulu ktk menyekolahkan kita orientasinya ke sekolah yg terdekat mulai SD- SMA, Dan saat itu belum muncul sekolah favorit, buktinya orang sukses yg kita lihat skrg tidak lahir dari sekolah dan PTN favorit, krn kunci sukses adalah kesungguhannya dlm meraih mimpi, hal inilah yg harus secara masif ditanamkan kepada anak Dan ortu siswa.
OPeRA di wa grup GMPP Indonesia selalu menarik untuk disebarluaskan. Kang Dan adalah pegiat pendidikan yang sudah kawakan dan jadi mentor bagi sahabat-sahabat KerLiP seperti Zamzam, Ova, Nur juga Ilah, Okha, dan anak-anak muda yang bergiat di Kalyanamandira. Satuan Aksi Pembelajaran yang mereka susun untuk anak-anak berhadapan hukum di LPKA Kebonwaru lengkap dengan berbagai praktik baiknya. Setahu saya sekolah-sekolah yang disebutkan berhasil menikahkan politik, ekonomi, dan pendidikan secara sehat seperti Qoryah Thoyibah, Hikmah Teladan, SMA PGRI Cibinong, Sekolah Alam beberapa kali diliput jurnalis Kompas.
Mediator Aktif
Pertemuan saya dengan FGII dan para pegiat hak atas pendidikan di Jakarta tahun 2005 mendorong kamk untuk menggiatkan gerakan keluarga peduli pendidikan di ranah advokasi non litigasi menjadi litigasi. Advokasi korban UN 2006 menyadarkan saya tentang pentingnya kerja sebagai mediator aktif untuk mengubah wajah sekolah/madrasah lebih ramah anak. Kampanye dan advokasi Education for All yang kami usung sejak 2003 untuk memastikan tersedianya anggaran yang memadai dalam pemenuhan hak konstitusional rakyat atas pendidikan mendapatkan penguatan. Praktik-praktik baik pendidikan anak merdeka di sekolah berprogram khas dengan bangunan fisik seperti sekolah “negeri” serta kemitraan khas dengan Pak Fasli Jalal yang memimpin perubahan di Kementerian Pendidikan Nasional membuka jalan baru sebagai mediator aktif dalam pemenuhan hak atas pendidikan. Apalagi dengan dukungan sahabat-sahabat KerLiP dari UPI Bandung dan guru-guru kritis di FGII.
“Mbak, banyak yang bilang lu tuh murahan banget, tanpa dibayar pun bisa, “kata Susi Fitri saat kami bertemu kembali setelah bertahun-tahun saya meninggalkan keramaian advokasi di Jakarta. Kata-katanya menyadarkan saya untuk mempertimbangkan kegelisahan Zamzam. Posisi mediator aktif dalam pemenuhan hak atas pendidikan mempercepat upaya advokasi yang kami buka melalui pelembagaan Sekretariat Nasional Sekolah Aman. Saya memutuskan untuk bergeser memperkuat advokasi bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setelah berkenalan dengan Bu Ninin, Asdep Pemenuhan Hak Pendidikan Anak. Kampanye dan penerapan sekolah aman pun kami rangkai dengan praktik-praktik baik lainnya yang sudah diusung ribuan bahkan ratusan ribu sekolah. Penyusunan direktori sekolah aman 2013 bersama BNPB menjadi media penting dalam pengumpulan praktik-praktik baik tersebut.
Saya dan Zamzam tetap menjalankan mediasi antar kementerian dan lembaga sampai ke pemerintah kota/kabupaten. Sosialisasi Pedoman Pendidikan Ramah Anak ke 17 provinsi pada tahun 2012 membuka kesempatan untuk menjangkau mitra KerLiP di daerah. Kesempatan emas untuk menikahkan politik, ekonomi dan pendidikan makin terbuka saat Bu Ida, kasubdit sarpras Ditme Ditjen Pendis Kemenag mengajak kami untuj mengarusutamakan sekolah/madrasah aman dari bencana dalam rehabilitasi 7 ribu madrasah pada tahun 2011-2012 lalu perluasan MAN Insan Cendekia ke 20 provinsi sebagai model penerapan pendidikan ramah anak yang diusung 7 kementerian/lembaga.
Alhamdulillah, upaya harmonisasi dan perluasan jangkauan pemenuhan hak anak atas pendidikan mulai diperkuat dengan penyediaan Ruang Kreativitas Anak untuk pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya. Bu Elvi, asdep pemenuhan hak anak atas pendidikan pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya menjadi penanda penguatan reformasi birokrasi dalam pemenuhan hak atas pendidikan ini. Kemitraan khas yang kami jalankan memungkinkan percepatan penerapan Sekolah Ramah Anak sebagai salah satu indikator Kota/Kabupaten Layak Anak di Kemdikbud. Direktorat Pembinaan SMP sudah menerbitkan panduan Gerakan Sekolah Sehat, Aman, Ramah Anak, dan Menyenangkan selama proses advokasi yang kami jalankan bersama Bu Elvi 2014 lalu. Saat ini Direktorat Pembinaan SMA dan Pembinaan SD sudah menuntaskan Panduan Sekolah Ramah Anak dalam dampingan Zamzam dan Susi Fitri.
Keputusan saya untuk mendampingi Bu Rena, Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus memungkinkan isu lintas sektor untuk memperkuat kemitraan yang dulu diusung melalui Seknas Sekolah Aman. Istilah Anak Berkebutuhan Khusus Bersih, Sehat, Ramah Anak, dan inklusif (Berseri) dikeluarkan Bu Ning, Kasubdit Peserta Didik Bina PKLK. Gerakan KerLiP Bersinar (Bersih, Sehat,Hijau, Inklusif, Aman, Antikekerasan dan Ramah Anak) pun mendapatkan momentumnya. Hasil Rakor Bina PKLK memunculkan SeRAI sekolah Ramah Anak dan Inklusif serta SeMAI 3T menggantikan ADEM 3T. Penanda-penanda baru ini melengkapi kegiatan GeMBIRA bersama KerLiP di sekolah yang kami sebarluaskan melalui kitabisa.com.
Intimacy, passion dan commitment adalah tiga elemen tringular theory of love dari Sternberg. Intimacy merupakan elemen emosi yang berhubungan dengan kedekatan yang mengarah pada hubungan, kepercayaan dan kehangatan, passion merupakan elemen motivasi dan commitment merupakan elemen kognitif yang mendasari untuk saling menyayangi dan mempertahankan hubungan. Ketiganya merupakan elemen penting dalam pernikahan. Kami jalin dalam upaya tumbuh bersama mewujudkan Pendidikan Ramah Anak, Bermutu, dan Bebas Pungutan (Panutan).