Riau Menuju Panutan

image

Kehadiran Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemdikbud RI menandai dimulainya Gerakan PANUTAN di Provinsi Riau. Istilah PANUTAN adalah ide Bu Ekasari dalam perjalanan pulang ke Bandung setelah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Direktorat Bindikel yang baru dibuka Mendikbud, Mas Anies Baswedan. Saya meminta Bu Sari untuk menunjukkan praktik-praktik baik pengasuhan di keluarganya yang mendorong kesadaran kritis 2 putrinya menjadi aktivis Forum Anak di Kota Bandung dan Jawa Barat dalam pertemuan Bindikel.atas nama KerLiP.

Awalnya istilah Panutan adalah akronim dari Pendidikan Anak Merdeka, Bermutu dan Bebas Pungutan. Visi sekaligus aksi yang menjadi penanda baru dalam Gerakan Keluarga Peduli Pendidikan. Secara khusus kami ingin menunjukkan dukungan penuh kepada guru dan tenaga kependidikan untuk menjadi Guru Panutan. Secara umum terbersit harapan kami akan terselenggaranya Wajib Belajar 12 Tahun Bebas Pungutan yang dijanjikan Pemerintahan Jokowi-JK

Pak Kamsol Memulai Panutan di Riau

Perjalanan panjang KerLiP melakukan kampanye dan advokasi Pemenuhan Hak Hidup Bermartabat terutama Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Hak-Hak Anak menghubungkan kami dengan Dinas Pendidikan Provinsi Riau melalui Gerakan Indonesia Pintar. “Bu Yanti ini rekan lama saya di Rumah Transisi yang selalu siap berdiskusi sampai dini hari bersama para profesional dan relawan yang peduli pendidikan dan menggiatkan GIP setelah Pak Jokowi dilantik menjadi Presiden, “jelas Pak Kamsol dalam pembukaan Sosialisasi Lokakarya dan Orientasi PANUTAN tanggal 31 Maret 2016 malam.

image

Pak Kamsol adalah salah satu relawan pendukung setia Pak Jokowi dari unsur Jo-Man yang merumuskan pembumian Nawacita melalui perbaikan pendidikan sesuai RPJPN ketiga, Memperkuat Daya Saing Regional. Doktor lulusan Universitas Malang ini membukukan Disertasinya terkait ekonomi pendidikan di era otonomi daerah. Pak Kamsol intensif memfasilitasi relawan-relawan lainnya yang dulu bertemu dan bekerja di Pokja Pendidikan seperti Dr. Imam Nashrudin yang kini menjadi Eselon 1a sebagai anggota BRTI Kemkominfo, Alpha Amirrachman, PhD dosen Untirta ahli antropologi pendidikan yang menggiatkan Religion for Peace bersama Prof Dien Samsudin di CDCC, Feber Suhendra, M.Sc dan saya melembagakan Gerakan Indonesia Pintar. Jamjam Muzaky, Master Kebijakan Publik yang tumbuh bersama saya di Perkumpulan KerLiP menjadi wakil Sekjen GIP yang dapat diandalkan Pak Kamsol untuk merumuskan Renja Disdikprov Riau dan menyiapkan acara yang diikuti perwakilan 12 Kabupaten/Kota se-provinsi Riau.

Bu Dian yang membantu Bu Dewi Kabid PAUDNI Disdikprov Riau intensif menghubungi kami untuk memastikan KerLiP dan GIP bersama narasumber dari Kemdikbud, Kemensos, Kempppa, hadir memfasilitasi acara yang doikuti 298 peserta dari Bappeda, Disdik, Dinkes, BP3AKB, Dinsos, Dewan Pendidikan, Tampan, Forum Anak, Kepala Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan dari setiap Kab/kota dan provinsi Riau. Acara dibuka dengan tarian sekapur sirih yang menawan hati

image

Ada 5 kabupaten di Riau yang dipandang sudah memulai PANUTAN dengan memberikan Bosda ke semua sekolah dan honorarium bagi guru non PNS. Siak, Bengkalis, Pelalawan, Kampar, dan Dumai. Kelima Kabupaten ini membuat Riau layak menjadi inisiator gerakan Panutan. Apalagi Pak Kamsol sebagai Kepala Dinas Pendidikan berhasil menggalang ratusan relawan dari Perguruan Tinggi untuk memulai Gerakan Indonesia Pintar dengan membuka Tampan, Taman Pendidikan Anak Negeri. Ketidakhadiran Direktur K3S Kemensos dan Direktur Pembinaan PKLK Kemendikbud kami alihkan untuk menunjukkan inisiatif Tampan melalui testimoni ketianya dan anak-anak binaannya yang hebat. Pak Adolf, Ridlo dkk dari Tampan menunjukkan bahwa Riau siap menuju Panutan.

Sesi Menarik

Tampan disajikan melengkapi fasilitasi atraktif dari Guru Profesional dari SMAN 24 Jakarta yang juga Bendahara FGII, Ibu Tety Sulastri. Pada sesi tersebut keduanya memukau peserta dengan kekhasan masing-masing. Pengelolaan kelas yang profesional dan partisipatif berhasil disajikan dalam praktik oleh Bu Tety. Peserta yang berasal dari Dewan Pendidikan Riau akhirnya dapat menyampaikan kekecewaannya pada sesi ini. Ada polisi yang begitu hormat pada guru dan tak segan menyampaikan ragam laporan kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak di sekolah. Pertanyaan dari Forum Anak dijawab Kepala SD yang hadir dengan penuh semangat.

image

Testimoni Ridho, anak putus sekolah dari SMK.yang sudah bekerja dan bersiap mengikuti UNBK bersama peserta didik Tampan lainnya membuat saya terharu dan bangga. Gerakan Indonesia Pintar yang diinisiasi relawan Tampan berhasil menjangkau ratusan anak putus sekolah di Pekanbaru. Pak Adolf berkali-kali menawarkan kepada para peserta yang berminat untuk mengembangkan Tampan di Kota/Kabupaten masing-masing.

image

Sesi menarik ini sengaja saya tuliskan di awal catatan proses sosialisasi dan orientasi untuk menunjukkan Riau siap.menerapkan Panutan.

Bersambung…

Sekolah Kecil Anak Merdeka

Tahun baru jadi awal baru bagi anak-anak yang bermain dan belajar bersama teman sebaya di Sekolah KecilQ BKB KerLiP. Kakak Dina, Ksatria, dan Yunika dari SeKAM (Sekolah Kecil Anak Merdeka) menerima amanah untuk mengelola Bina Keluarga Balita KerLiP yang dibuka oleh Iwang pada awal tahun 2015.

Perpustakaan KerLiP Bersinar yang dibuka di Dago Barat pun jadi haneuteun semarak dengan kegembiraan Rayyan dan teman-teman sebayanya. Ya, mulai Januari 2016, BKBKerLiP dilaksanakan di rumah Abah tempat Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan didirikan. Mendekatkan layanan kepada mitra keluarga peduli pendidikan di wilayah tempat kami dibesarkan memiliki tantangan tersendiri. Alhamdulillah ada manfaat lain. Warung Wa Dede pun jadi ramai pembeli. Rumah di sudut gang buntu belakang Masjid yang didirikan Pak Moedjo ini menjadi saksi bisu tumbuh kembang kami sekeluarga.

IMG-20160112-WA0021[1]

 

Kakak Guru

Para pendiri SeKAM adalah mahasiswa STKS yang bergabung menjadi relawan KerLiP. Aksi-aksi nyata mereka sangat membantu dalam proses penanganan kasus anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus. SeKAM terbentuk untuk memastikan anak jalanan dan para penyintas anak yang putus sekplah dan terancam putus sekolah kembali dapat menikmati indahnya bermain, belajar,dan mengembangkan minat,bakat, dan kemampuan bersama teman sebaya.

“7 keluarga bu, 8 anak, “jawab Dina  ketika saya menanyakan jumlah anak dan keluarga yang jadir dalam pertemuan perdana BKB KerLiP di Perpustakaan KerLiP Bersinar. Dina mengajak Ksatria dan telan-telan SeKAM untuk mendidik anak-anak usia dini ini tumbuh kembang mandiri. “Ibu-ibunya keukeuh ingin setor uang kas belajar Rp 2.000/hari, “Pinti,bunda Rayyan menjelaskan operasional BKB KerLiP ini. “Ya sudah, dikelola dengan baik ya. Mungkin seperti kas Jum’atan, diumumkan setiap pertemuan, “ujar saya merespon penjelasannya.

Mudah-mudahan BKB KerLiP ini tumbuh dalam pengelolaan kakak-kakak guru dari  SeKAM  yang luar biasa. Ucapan syukur yang saya terima tadi pagi dari mamahnya Rayyan, “Terima kasih Kakak, hari ini kami belajar gerakan pungut sampah di sekitar rumah, ” rasanya cukup mewakili.

Alhamdulillah.

Catatan Ksatria: Memulai SLB Bersinar di SLB Baleendah

08 januari 2015, Saya (satria) bersama Dina melakukan kegiatan pertama SLB BERSINAR di SLB Baleendah yakni pertemuan awal dengan pihak sekolah dan adik-adik di SLB-G YBMU Baleendah. Sesampainya di sekolah, kami di sambut dengan sangat ramah oleh adik-adik dan kami bingung dimana ruangannya Bu Uus (kepsek SLB Baleendah).  Namun saking ramahnya adik-adik, kami diantarkan ke ruangan Bu Uus. Ada juga adik yang memanggil Bu Uus dari lantai dua gedung sekolahan. Selanjutnya bertemulah kami dengan Bu Uus.

SLB G

Saat kami akan memulai perbincangan, tiba-tiba ada dua adik-adik dari SLB masuk ke ruangan Bu Uus. Mereka  bertanya-tanya tentang kami berdua mulai dari kampus mana, rumahnya dimana dan di SLB mau ngapain. Salah satu adik ada yang ingin bernyanyi dan saat kami ijinkan untuk bernyanyi adik tersebut meyanyikan lagunya “ayu ting-ting_sambal lado”. Dia bernyanyi dengan energiknya sampai dihentikan oleh Bu Uus untuk memulai obrolan dengan kami. Jika banyak orang yang datang,  biasanya adik-adik langsung berkumpul menginginkan kue atau permen karena menurut mereka ada tamu berarti ada kue.

SLB G 1

Selanjutnya oleh Bu Uus kami diarahkan untuk bertemu Pak Daus untuk membahas siswa yang akan mengikuti kegiatan SLB-Bersinar. Siswa secara keseluruhan sebanyak 64 siswa terdiri dari 42 SD, 13 SMP dan 9 SMA dengan 4 golongan grahita netra, rungu, grahita dan daksa. Di SLB ini tidak ada pendamping melainkan yang ada hanya guru kelas. Kelas dibedakan menurut golongan disabilitas.  Tidak ada guru per mata pelajaran juga. Siswa yang akan mengikuti kegiatan SLB Bersinar ada 26 siswa terdiri dari 8 siswa golongan A, 12 siswa golongan B, 10 siswa golongan C dan 1 siswa golongan D. Kegiatan akan dilakukan tiap hari Sabtu pagi dan dilanjtukan pada tanggal 16 Januari 2015.

Kegiatan ke 2

16 Januari 2016, pukul 09.15 WIB saya dan teh Fitri, telat lima belas menit dari waktu perjanjian untuk pelaksanaan kegiatan. Sesampainya di SLB kami bertemu dengan Bu Uus dan langsung di arahkan ke ruangan tempat berkumpulnya adik-adik. Tidak disangka-sangka, saya dan teh Fitri sangat ditunggu dan disambut dengan sangat meriah oleh adik-adik. Di awal kami berkenalan dengan adik-adik dan memulai dengan bertanya tentang bencana “ada yang tahu apa itu bencana ?” adik-adik dengan semangatnya langsung angkat tangan mau maju ke depan bercerita apa itu bencana. Adik Farhan langsung maju dan bercerita tentang rumahnya yang sering kebanjiran, “kalau rumah kebanjiran langsung bantuin orang tua angkatin barang-barang ke atas dan barang-barang Farhan juga angkat ke atas”.

SLB G 6

Selanjutnya kami mengelompokan adik-adik dalam kegiatan ini, yakni adik-adik yang disabilitas netra dibimbing dengan teh Fitri bernyanyi “kalau ada gempa” dan mendengarkan cerita mengenai bencana apa saja yang pernah adik-adik alami, sedangkan adik-adik yang disabilitas rungu, grahita dan daksa dibimbing oleh saya (Satria) menggambar mengenai apa itu bencana. Ada yang menggambar angin tornado yang sangat bagus dari adik Wildan (disabilitas rungu) dan ternyata dia juga juara menggambar tingkat kabupaten. Wildan akan mengikuti perlombaan menggambar SLB tingkat Jabar pada bulan Februari.  Ada juga yang menggambar gunung meletus, banjir dan rumah yang hancur. Tidak lama kemudian bu Nia dan Sahlan datang. Keduanya sangat membantu dalam proses kegiatan dengan pengalaman yang sudah teruji ketika di SMP 11 Bandung

SLB G 7

Saat adik-adik yang lainnya belajar bernyanyi “kalau ada gempa” yang dipandu oleh Nisa (disabilitas netra), ada yang saya lihat, yakni adik-adik disabilitas rungu yang tidak bisa mengerti apa yang dinyanyikan oleh teman-teman yang lainnya. Lalu saya menghampiri mereka dan mulai bertanya apakah mengerti apa yang dinyanyikan oleh teman-temannya. Adik-adik itu pun menjawab tidak mengerti. Akhirnya saya mencoba dengan cara gerak tubuh yang saya pahami untuk berbicara sampai adik-adik tersebut paham dengan apa yang dimaksud dalam lagu tersebut. Saya mulai dengan berbicara dengan gerak bibir yang dipelankan, gerak tubuh lindungi kepala jauhilah kaca, menulis di hp, memberikan contoh dengan gambar-gambar yang ada di buku dan foto-foto bencana yang ada di internet. Terlihat adik-adik sangat ingin mengerti apa yang saya maksudkan. Mereka pun memberikan informasi antar teman satu sama lain yang sudah mengerti.

Ketika dengan adik-adik yang disabilitas runggu saya mendapatkan hal yang sangat berharga yakni bagaimana caranya untuk berkomunikasi dengan adik-adik dan untuk memberikan mereka pemahaman sampai tidak ada kesalahpahaman antar apa yang saya maksud dengan apa yang mereka tangkap dan memiliki tekad yang kuat untuk belajar lagi berbicara bahasa isyarat.

Dan terakhir kegiatan hari ini ditutup dengan cerita adik-adik dari hasil gambar yang dibuat dan cerita dari nisa tentang banjir yang pernah dialami dirumahnya. Adik-adik sangat antusias saat diminta untuk maju siapa yang ingin bercerita.  Akhirnya  kami pun memilih adik-adik yang maju,  mulai dari Nisa yang menceritakan pengalamannya ketika banjir di rumahnya. Nisa harus menyelamatkan diri dari banjir dan menyelamatkan barang-barang.  Cerita dari Nauval dengan gaya pak Ustadz berceramah membawa suasana menjadi asyik. Adik-adik fokus mendengarkan cerita Nauval tentang banjir juga kisahnya saat ingin berangkat sekolah meskipun banjir belum surut. Menurut Nauval  banjir tersebut berasal dari hujan yang tidak berhenti sejak malam sebelumnya.

SLB G 8

Minggu depan tanggal 23 kami akan berkegiatan lagi di SLB-G Baleendah dengan agenda transektor yang akan dibantu juga oleh adik-adik dari SMP Negeri 11 Bandung dan kakak-kakak dari SeKAM.