Kemampuan Bersosialisasi Mulai dari Rumah Kita

Rasanya seperti baru kemarin merespon tulisan seorang begawan pendidikan di sebuah harian umum terkemuka. Kemampuan anak untuk bersosialisasi selalu menjadi tantangan bagi keluarga yang memilih pendidikan di rumah. OPeRA terbaru dengan sahabat yang mendidik sendiri putri tunggal mereka menunjukkan betapa gembiranya kita menyaksikan anak-anak tumbuh kembang mandiri dan  mampu bersosialisasi. Mendidik anak mandiri menjadi tantangan terbesar dalam perjalanan hidup kita sebagai orang tua.  Kata tanggung jawab yang melekat di dalamnya benar-benar living values yang terus meronta untuk diasah.

Sosialisasi adalah sebuah penanaman dan transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Artinya, sosialisasi yang baik  melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan informal seharusnya mengarah pada pertumbuhan pribadi anak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Buat saya bahkan tidak hanya anak yang tumbuh, juga kita, para orang tua sebagai pembelajar sepanjang hayat

image

Interaksi

“Ayo Aa, salurkan energinya untuk menemukan cara mudah memberi manfaat kepada banyak orang. Menurut ibu, facebook dibuat atas dasar keinginan pembuatnya untuk bisa bertemu muka dengan pujaan hatinya, “kata saya menimpali obrolan Zakky dengan Bapaknya. Tangan sibuk menata pakaian yang sudah dipilih bapaknya anak-anak untuk dibawa ke Jakarta. Tadi pagi insiden kecil yang menimpa putra kami beberapa minggu yang lalu mendorong Bapaknya untuk menyempatkan mengobrol berdua.

Waktu interaksi anak-anak dan orang tua di keluarga kami sangat terbatas. Suamiku bekerja di luar kota. Beberapa kali kami mencoba menetap di kota yang sama, namun akhirnya memutuskan tinggal di Kota Bandung dekat dengan rumah Abah. Anak-anak memerlukan sosok laki-laki dewasa yang siap membantu memecahkan masalah sehari-hari. Kehadiran adik bungsuku dan istrinya yang merawat Abah dengan sepenuh hati memenuhi dahaga anak-anak. Abah juga hadir setiap pagi sepulangnya mengimami sholat subuh di Masjid At Taufik. Kebiasaan Abah sangat membantu membangunkan anak-anak terutama saat aku harus kerja di luar kota.

Ragam 20 Menit Yang Memukau

“Aa sayang ibu. Aa cinta ibu. Cara ibu mengasuh, merawat, dan mendidik anak sangat khas. Aa sampai kesulitan menemukan teman dekat perempuan di kampus karena selalu dibandingkan dengan ibu. Kan ngga boleh, “kata Zakky sambil menggandengku sepanjang jalan menuju rumah kos putri. “Memang kenapa ngga boleh?”tanyaku memancing obrolan lebih seru. “Aa masih ingat kata-kata ibu saat mengutip ayat suci Al Qur’an khususnya tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan serta anugerah pernikahan dengan bapak saat masih kuliah yang sering ibu sampaikan karena ingin tazkiyah, “jawab Zakky sambil mencium kepalaku sepenuh hati.

Alhamdulillah, penanaman nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin di keluarga berjalan begitu alamiah. Dialog seperti ini secara sadar saya lakukan untuk menumbuhkan kesadaran kritis keluarga kami untuk tidak terjebak dalam ritual-ritual keagamaan yang rigid. Jawaban dan sikap Zakky untuk kesekian kalinya membuatku terharu dan bangga. Momen-momen berharga ini adalah salah satu dari ragam kegiatan 20 menit yang memukau di keluarga kami.

Insya Allah transformasi nilai dan norma antar generasi di keluarga kami tetap terjaga dengan segala keterbatasan yang kami miliki. Jika sosialisasi dikaitkan dengan transfer nilai, maka anak-anak juga saya tak pernah berhenti belajar bersosialisasi di rumah.

Tak Ada Rotan, Akar pun Jadi

Rasanya peribahasa ini sangat pas mencerminkan upaya advokasi yang dilaksanakan bersama Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kami mengawal usulan draft Peraturan Presiden tentang Gerakan Sekolah Ramah Anak sejak awal tahun lalu. Perwakilan dari Kemdagri dan Bappenas dengan gigih mendorong kami untuk memastikan inisiatif ini muncul dari Kemdikbud. Alhamdulillah, Dirjen Dikdasmen menyusun draft Perpres berjudul Gerakan Sekolah Ramah Anak yang sudah sampai ke meja Mendikbud. “Draft Perpres hanya berisi pelembagaan Tim Pengembang, Bu, “kata Krisna saat kami bertemu di depan ruang Mas Chozin. Usulan perpres sepenuhnya dari Dirjen Dikdasmen, kami bersama 13 K/L menyusun juknis yang menjadi lampiran draft perpres tersebut dan Modul TOT sesuai permintaan Ditjen Dikdasmen.

“Kampanye dan penerapan sekolah aman ini terintegrasi dalam Gerakan Sekolah Ramah Anak yang diinisiasi Kementerian PPPA dengan pengawalan Bu Yanti, “petikan sambutan Bu Suharti, direktur dari Bappenas yang baru menjabat sebagai Kepala Biro PKLN dalam Kongres Nasional Sekolah Aman di Gedung A Kemdikbud akhir tahun 2015 yang diselenggarakan Plan Internasional dkk.

Darurat Kekerasan dan Radikalisme

Peristiwa pemulangan ex Gafatar setelah insiden mematikan di depan Sarinah menggantikan darurat asap yang mulai sirna diterpa hujan. Sekolah Aman Asap yang disiapkan Kemdikbud bersama ITB tertunda sejenak. Kemudian digantikan isu kekerasan terhadap anak dengan rencana hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual anak yang menimbulkan pro kontra. Sekolah Aman-Anti Kekerasan pun muncul dan terus menguat setelah Rapat Terbatas yang dipimpin Presiden.

Rencana peningkatan Permendikbud no 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah menggugah kesadaran baru. Harmonisasi antara draft perpres Gerakan SRA dan inisiatif ini perlu dikawal bersama. Zamzam dan saya memfasilitasi pertemuan Deputi Tumbuh Kembang Anak dengan Dirjen Dikdasmen 2 minggu yang lalu. Upaya untuk bertemu Mas Hikmat, staf khusus Mendikbud tak kunjung tiba. Koordinasi yang dilaksanakan Menko PMK mempertemukan Bu Elvi, Asdep Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan Kreativitas, dan Budaya dengan Staf Ahli bidang hukum Mendikbud Ibu Catharina. Kabar terkini ini mendorong saya untuk hadir dalam Diskusi Sekolah Aman-Anti Kekerasan yang dilaksanakan Kemendikbud di Hotel Centuri.

Sekolah Sebagai Taman

Pertemuan dengan Mas Chozin, staf khusus Mendikbud bidang pemangku kepentingan yang menjadi moderator diskusi saya manfaatkan untuk mempertemukan Ibu Leny dengan Ibu Catharina melalui Mas Chozin. Kami akhirnya bertemu kemarin dengan staf ibu Catharina di ruang Mas Chozin. Bu Leny memaparkan ratifikasi KHA dan pelembagaannya di Indonesia dalam pengembangan KLA. Semangat perubahan yang dibawa dalam gerakan SRA sebagai salah satu indikator KLA terasa sekali dalam paparan beliau. Mas Chozin meresponnya mulai dengan menjelaskan penanaman budi pekerti.

image

Saya mencatat semuanya untuk bahan revisi modul yang diminta Direktur PSMP, Pak Supiono selepas diskusi Sekolah Aman-Anti Kekerasan. Kepandaian Mas Chozin menjalinnya ke dalam paradigma pendidikan sebagai gerakan membuat saya makin semangat. Data-data yang muncul dalam neraca pendidikan daerah dan jendela pendidikan selaras dengan kampanye dan advokasi Education for All yang kami usung sejak 2002. Videografis renstra yang disebar online menyajikan peta pikiran dengan suara khas Mendikbud.

Bu Leny menjanjikam untuk mengirim semua berkas terkait paparan beliau untuk bahan harmonisasi perpres.yang diusulkan Mendikbud.

Pertemuan Karena Allah

Ada peristiwa menarik sebelum bertemu Mas Chozin. Saya mengenal suara penerima telpon dibalik kaca tempat saya mojok di perpustakaan kemdikbud. Langsung saja saya kirim pesan ke wa si empunya suara. Dan benar, Mas Rizal tengah berkumpul bersama para protokoler dan fotografer menunggu Mendikbud yang sedang menerima Komnas Perempuan. Terbersit keinginan untuk bertemu Mendikbud.

Saya kembali mengirim wa ke Mas Rizal setelah pertemuan dengan Mas Chozin selesai. Tak ada jawaban. Saya menghubungi Mas Hikmat untuk menyampaikan bahwa akhirnya kami bertemu dengan Mas Chozin dulu, namun masih memandang perlu bertemu langsung dengan Mas Hikmat dan Bu Catharina. Kemudian saya mencoba menelpon Mendikbud, ternyata pulsa habis. Baru saja memutuskan untuk pergi, terlihat Mendikbud berjalan diiringi tamu-tamu kehormatannya. Kami sempat bersalaman dengan hangat.

Tamu kehormatan yang entah siapa itu diantar Mendikbud sampai ke depan pintu mobil yang menjemput mereka. Saya memutuskan untuk menunggu sejenak di depan gerbang. Alhamdulillah tersampaikan juga perkembangan advokasi SRA dengan inisiatif beliau. “Good idea, ” katanya ketika mendengar usulan saya untuk menamai perpres ini dengan Sekolah Sebagai Taman.

Kabar GeMBIRA ini langsung saya sebar dengan berbagai versi ke media-media sosial dan grup yang relevan. Teriring doa semoga tidak berhenti hanya ide baik tapi menjadi penanda baru dalam upaya advokasi pemenuhan hak pendidikan anak di Indonesia. Saya menutup kegiatan di Senayan dengan sms langsung kepada Mendikbud untuk memperkuat obrolan selintas pendidikan ramah anak.

Mas Anies yb, terima kasih ya, senang dan bangga menyaksikan semua perubahannya. Saya intens mendampingi Bu Renani dg kasubdit-kasubdit beliau kecuali Pak Sanusi. Penuh harap inisiatif reformasi birokrasi melalui pembentukan Sekretariat Bersama di Cipete dapat menjangkau anak-anak yang memerlukan pendidikan khusus dan layanan khusus. Mohon dukungannya utk harmonisasi SRA ke dlm Permendikbud 82/2015 plus 23/2015 dan 55/2015. Selamat bekerja. Syukron. Jazilan.