Penghuni Langit itu Bernama Uwais Al Qarni

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” Uwais berdoa di Baitullah “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Jika Allah mengampuni dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah bagiku ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.”

Subhanallah, Allah SWT pun memberikan karunianya, Uwais yang mengidap penyakit sopak pun sembuh. Belang-belaag di badannya sirna, hanya tertinggal 1 bulatan putih. Bulatan inilah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah SAW untuk mengenali Uwais.

Rasullah SAW berpesan kepada kedua sahabat utama ini, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dibesarkan di Yaman dan muncul di zamanmu.Carilah dia dan mintalah dia menolong kamu berdua.”

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menyayangi Ibu

Uwais Al-Qarni sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh dan buta. Ia bekerja menggembalakan domba-domba milik tetangganya untuk menafkahi hidupnya bersama ibunda tercinta. Pemuda miskin ini tak segan membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan.

Uwais Al-Qarni terkenal taat beribadah. Penyakit sopak membuat tubuhnya cacat. Namun demikian, hal ini tidak menghalangi Uwais untuk berbakti kepadanya Ibunya. Pemuda sholeh ini senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan Ibunya.

“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi. Ibu ingin sekali melaksanakan inadah haji,” pinta Ibunya suatu hari. Perjalanan ke Mekkah sangat jauh dan melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Uwais sangat miskin dan tak memiliki unta. Ia berusaha keras mencari jalan keluar.

Uwais membeli seekor anak lembu. Ia membuatkan kandangnya di puncak bukit. Setiap pagi Uwais bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila.. Uwais gila…” kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh aneh.Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi permintaan ibunya.

Rindu Rasulullah

Alangkah sedih hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangga yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, sampai ke telinga Uwais Al-Qarni. Masya Allah, Uwais mengetok giginya dengan batu hingga patah!

Kecintaannya kepada Nabi Muhammmad saw begitu besar, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. Kerinduan Uwais untuk menemui Nabi saw sudah semakin dalam. Ia ingin bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat. Ia rindu mendengar suara Nabi saw. Kerinduan ini membuat Uwais ingin segera pergi ke Madinah. Tapi ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh. Hatinya tak tega meninggalkan ibunda tercinta. Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw.

Akhirnya, kerinduan kepada Nabi SAW tak tertahankan lagi. Ia mengeluarkan isi hatinya dan mohon ijin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni merasa terharu mendengar permohonan anaknya dan berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Segeralah kembali pulang bila sudah bertemu Rasulullah saw.”

Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas menyiapkan keperluan ibunya serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Ia pun berangkat menuju Madinah dengan restu ibunda.

Taat kepada Ibu

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga di kota madinah. Ia mengetuk pintu rumah Nabi SAW sambil mengucapkan salam. Keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi SAW yang ingin dijumpainya. Ternyata Nabi sedang pergi berperang. Betapa kecewanya hati Uwais. Besar keinginannya untuk menunggu kedatangan Rasulullah SAW dari medan perang. Tapi kapankah Rasulullah pulang? Masih terngiang di telinganya pesan ibunda yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman.

Akhirnya, pesan ibunxa mengalahkan hasratnya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Uwais Al-Qarni pun pamit kepada Siti Aisyah ra. Ia menitipkan salam rindunya untuk Nabi saw.

Peperangan telah usai dan Nabi SAW pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi saw menerima pesan dari Siti Aisyah ra . Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi saw, Siti Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman untuk merawat ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Nabi Muhammad SAW melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah talapak tangannya.” Sesudah itu Nabi SAW memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengannya, mintalah doa dan istighfarnya. Uwais adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Bertemu Uwais

Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni..Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kalifah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya di kemah Uwais, Khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam. Khalifah Umar ra melihat tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Khalifah Umar ra dan Ali ra langsung menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.

Uwais baru bisa turut bersama rombongan kafilah dagang ke Madinah setelah ibundanya wafat. Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do’a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a kepada sahabat Nabi SAW.” Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar seperti pesan Rasulullah sebelum wafat.” Tanpa berpikir panjang Uwais mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfa untuk keduanya. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Subhanallah. Uwais menolak pemberian Khalifah dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Wafatnya Uwais

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Meninggalnya Uwais Al-Qarni menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang keberadannya. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar kisah Uwais Al-Qarni, penghuni langit.

Masya Allah

Leave a comment