Bukan Sekolah Namanya Jika Tidak Ramah Anak

Fenomena kekerasan, bullying, dan perilaku salah lainnya  terhadap anak (KTA) di sekolah sudah lama menjadi viral. Baru-baru ini beredar video rekaman kekerasan yang dilakukan seorang pendidik di Indonesia Timur. Sebelumnya masyarakat kita juga dikagetkan dengan berita seorang kepala sekolah di Malang menyetrum beberapa peserta didik. “Tadi rekan-rekan menjawab bahwa sekolah kami aman. Namun kecenderungan korban KTA  terus meningkat. Pelapor dari Kabupaten Cirebon pada 2016 sebanyak 47 anak dan pada tahun ini di semester 1 saja kami sudah menangani 41 korban, dan hampir semuanya KTA bahkan dalam bentuk kejahatan seksual di sekolah, “ujar Dr. Sisca, perintis Pusat Pelayanan Terpadu RS Gunung Jati pada kegiatan Pelatihan Konvensi Hak Anak untuk Tenaga Pendidik yang dilaksanakan oleh DP3AKB Jabar di Cirebon, 18-19 Mei 2017.

Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dua bulan setelah PBB  meresmikan KHA sebagai Hukum Internasional, yakni melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pun makin kuat dengan terbitnya UU No. 35 Tahun 2014 dan UU No. 17 tahun 2016.  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bahkan bergegas menjadikan anak sebagai pelopor dan pelapor KTA melalui three ends.

IMG-20170520-WA0037

Duta threeends SMPN 1 Cirebon

Permendikbud No. 82 tahun 2016 tentang Pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di sekolah juga sudah diterbitkan dan diperluas dengan terintegrasi ke dalam Dapodik. Setiap sekolah wajib memampang nomor-nomor kontak yang bisa dihubungi oleh warga sekolah untuk melaporkan KTA.

Ada dua kemungkinan yang terjadi mengapa KTA di sekolah terus meningkat. Pertama adanya peningkatan kesadaran pelopor dan pelapor KTA di sekolah dan kedua masih rendahnya perlindungan anak dan penghormatan hak anak di sekolah. Dalam konteks inilah Gerakan Sekolah Ramah Anak diperluas oleh multipihak termasuk Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan.

Gerakan Sekolah Ramah Anak

Langkah-langkah umum yang dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menunaikan kewajiban sebagai Negara peserta KHA dalam memenuhi hak anak makin menguat. Beragam praktik baik dalam pemenuhan hak anak di satuan pendidikan dikumpulkan dalam Gerakan Sekolah Ramah Anak (SRA). Komitmen multipihak pun mulai dilembagakan dalam menerapkan sekolah/madrasah aman bencana melaluiKepmendikbud Seknas Satuan Pendidikan Aman Bencana.pdf-1. Perilaku hidup bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, kantin kejujuran, sekolah antikekerasan, madrasah insan cendekia, bebas narkoba, pemberian makanan tambahan anak sekolah, sekolah Panutan di Riau, dst terus digiatkan.

“Bukan sekolah namanya jika tidak ramah anak, “kata Pak Juhana, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung saat kami bertemu dalam rangkaian kunjungan tim penilai Kota/Kabupaten Layak Anak menunjukkan keseriusan Pemkab Bandung untuk memperluas Gerakan SRA. Hal ini juga terjadi di kota Bandung. Bapak Ridwan Kamil mengeluarkan Surat Edaran Walikota Bandung yang mengintruksikan agar seluruh sekolah di kota Bandung berupaya mewujudkan SRA.

IMG-20170509-WA0072

Saat ini lebih dari 1.400 sekolah/madrasah sudah melaporkan komitmen tertulisnya dalam mewujudkan SRA dilengkapi dukungan dalam bentuk SK Bupati/Walikota atau sedikitnya SK Dinas PPPA setempat. Kemungkinan jumlah SRA akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah Kota/Kabupaten Layak Anak. Namun demikian, upaya perlindungan dan penghormatan hak anak melalui SRA masih perlu diperkuat sampai di tingkat kelas. Sekolah/Madrasah yang sudah mendeklarasikan diri menjadi SRA dan praktik-praktik baik lainnya perlu didorong untuk melengkapi 6 komponen utama SRA dengan membentuk satuan tugas perlindungan anak terintegrasi ke dalam Tim Pelaksana SRA yang dipimpin Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.

Pelatihan KHA bagi guru dan tenaga pendidik perlu diperkuat dalam bentuk supervisi dari para pengawas. Para pengawas sebaiknya terlatih KHA dan SRA sebelum memfasilitasi pelatihan dan pendampingan penyusunan RKAS dan pembelajaran yang ramah anak.  Peningkatan partisipasi orang tua/wali yang dilaksanakan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga dalm beraneka inovasi perlu mendapat dukungan penuh dari serikat pekerja profesi guru terutama dalam hal pengasuhan dan disiplin positif di rumah dan sekolah/madrasah. Dengan demikian pencegahan dan penanganan kekerasan, kejahatan seksual, bullying, Napza, pornografi dan beraneka ragam perlakuan salah lainnya terhadap anak di satuan pendidikan melalui gerakan SRA dirasakan manfaatnya oleh anak-anak bangsa.

Leave a comment